Bersama Sukses

pengetahuan rakyat adalah kekayaan bangsa yang tak ternilai

header photo

 

Lembaga Undur-Undur

REKIBLIK ETEKEWER XXIII – LEMBAGA UNDUR-UNDUR

Undur-undur merupakan salah satu jenis binatang yang hidup dalam tanah, memiliki ciri khas berjalan mundur, bertolak belakang dengan arah kepala, tidak seperti binatang pada umumnya. Jika sebuah lembaga yang kebijakan-kebijakannya tidak menuju pada arah kemajuan dan pencerdasan masyarakat, tidak ubahnya seperti Lembaga Undur-Undur.

Hawa sore ini terasa sejuk setelah seharian hujan, Simbah tampak santai di beranda sambil menikmati secangkir besar teh tubruk pahit, ditemani Satrio cucu kesayangannya. Mendadak Satrio menyapa temannya yang kebetulan melintas di jalan depan rumah, Gong mau kemana?... mau pulang dulu habis nyari undur-undur di rumah kosong dekat tikungan itu, seru Bagong membalas sapaan. Mampir sini Gong, ngobrol-ngobrol santai... Bagong akhirnya berbalik arah menuju keberanda tempat Simbah dan cucunya lagi bersantai.

Sugeng sonten Mbah (selamat sore Mbah-bahasa jawa kromo), sore le... golek undur-undur arep nggo opo tho le (nyari undur-undur untuk apa tho le) Simbah bertanya ingin tahu.  Kangge jamunipun simbok Mbah (buat jamunya ibu, Mbah) Bagi sebagian masyarakat jawa, terutama di pedesaan, budaya mengkonsumsi bahan-bahan alami yang diramu menjadi jamu-jamuan masih tetap dilakukan guna menjaga kesehatan, bentuk kearifan tradisional secara turun temurun. 

Angger Bagong, coba keluarkan satu undur-undur itu dan taruh di meja, lalu perhatikan. Ha...ha...ha... lucu ya Mbah, masa berjalan kok mundur, biasanya berjalan itu maju dan dipandu oleh kepala, lha ini yang memandu malah ekornya, didorong maju tetap saja mundur, terus apa guna kepalanya... Di dorong dari belakang untuk maju, eh malah mundur, di halangi dari depan ya tetap mundur, wach ini binatang yang nggak bisa diajak maju nich Mbah, seru Bagong. Lha kamu ini bagaimana tho Ngger, memang sudah begitu ciri khas dari sononya jadi wajar, kamu rekayasa sekalipun ya tetap begitu. Meski demikian binatang ini membawa manfaat dari keanehannya, contohnya dapat digunakan untuk bahan jamu pengobatan, walau undur-undur itu aneh tapi bermanfaat.

Lha kalau yang kodratnya berjalan maju dengan dipandu kepalanya seperti manusia tapi langkahnya malah mengarah pada kemunduran itu baru aneh ya Mbah, atau malah nganeh-nganehi (berlebihan). He...he...he... ndengaren kok pikiranmu mletik tho Gong (tumben kok pikiranmu cerdas tho Gong), opo mergo jamu undur-undur (apa karena jamu undur-undur) ha...ha...ha... Simbah tampak tertawa sampai terbahak-bahak... Lho Simbah ini bagaimana tho, aku itu dari dulu ya sudah mletik gini jeee.... timpal Bagong tidak mau kalah. Nyyyiiaaakkk mbagongi kui... (mencirikan bagong).

Gara-gara omongannya Bagong, jadi ingat kejadian di Rekiblik Etekewer, seru Satrio. Ada lembaga yang otoritas keberadaannya itu diharapkan untuk membantu pencerdasan masyarakat melalui tayangan-tayangan di media baik media elektronik maupun televisi, realisasinya lha kok malah ngundur-ngundur jeee... (mencontoh undur-undur). Maksudmu bagaimana Ngger.. Tayangan yang bersifat tidak mendidik dan mencerdaskan masyarakat seperti tayangan yang mengumbar kekerasan, gosip, sinetron-sinetron berwawasan sempit dan sektarian, tayangan-tayangan yang tidak berangkat dari akar budaya bangsa yang heterokultur, dan sebagainya tidak dilarang. Tayangan yang membantu  mencerdaskan dan mendidik masyarakat seperti siaran langsung proses peradilan, rapat-rapat yang berkaitan dengan kebijakan publik dan sebagainya, malah rencananya akan dikeluarkan larangan penayangan. Sesuatu yang tidak dapat diterima dari sisi pemikiran pojok cakruk kulo jeee... (kulo=saya)

Siaran langsung tersebut mbok ya dilihat dari sisi pikiran positif, memiliki multi manfaat, seperti masyarakat dapat mengetahui yang sebenarnya kualitas lembaga-lembaga publik yang sedang terlibat, bagaimana kinerjanya dan sebagainya. Dengan demikian masyarakat mendapat akses informasi aktual dan langsung, sehingga dapat menjalankan peran kontrol aktif terhadap lembaga-lembaga publik yang notabene dibayar menggunakan uang rakyat untuk kepentingan rakyat. Agar tidak sampai terjadi bahwa lembaga yang seharusnya memikirkan kepentingan masyarakat justru berbuat sebaliknya dengan bermain kasak-kusuk secara tersembunyi pada kepentingan-kepentingan tertentu yang tidak memihak rakyat. Jika tayangan yang berkontribusi pada pencerdasan dilarang, disisi lain tayangan yang membodohi dibiarkan, sama saja artinya melakukan pembodohan secara sistematis yang berdampak pada kemunduran. Lembaga yang mewenangi urusan ini tidak ubahnya sebagai Lembaga Undur-Undur.

Rupanya Rekiblik Etekewer sudah terjangkit wabah penyakit baru yaitu wabah undur-undur. Ada contoh lembaga lain yang meributkan tayangan yang bersifat fiksi namun ilmiah. Jika ditilik dari pikiran positif, tayangan tersebut dapat  memberikan pembelajaran khususnya informasi perkembangan tehnologi yang demikian pesat, diramu dengan tehnik tinggi sehingga membuahkan tontonan yang menarik. Ini membuktikan bahwa peradaban berkembang seiring dengan pesatnya laju perkembangan tehnologi, sesuatu yang tidak dapat dipungkiri dan dihambat.

Langkah bijaknya adalah bagaimana membekali diri dengan fondasi kuat nilai-nilai moral dan keagamaan yang kuat, sehingga mampu bertahan meski terpaan badai perkembangan tehnologi itu menerpa. Di sinilah dituntut peran aktif dari lembaga yang wilayahnya moral dan keagamaan untuk memerankan dirinya. Bukan malah hanya melarang ini itu yang notabene urusan yang bersifat esek-esek alias sepele. Lebih baik fokuskan pelarangan bahkan kalau perlu dengan sebuah keputusan mengikat dan sekaligus tegas dari sisi keagamaan, terhadap misalnya tindakan korupsi, penyelewengan kekuasaan demi kepentingan pribadi, dan sebagainya. Dengan demikian terjadi sinergi, pada akhirnya akan turut berperan mencegah terjadinya negara halusinasi bagi rakyatnya sendiri, mencegah bermunculannya para pahlawan kesurupan.  

Pertanyaan besar timbul, mengapa banyak lembaga yang notabene penting dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat justru terjangkit wabah undur-undur?... Apakah hal ini memang disengaja sehingga masyarakat tidak cerdas, dengan demikian akan mempermudah kelompok kepentingan tertentu bermain?...  Kebodohan adalah ladang subur propaganda politik dan doktrin sektarianisme. Haruskah hal ini dibiarkan ???... sebuah refleksi yang patut dijadikan renungan bagi bangsa ini. Semoga lembaga-lembaga yang memiliki tanggung jawab terutama dalam kelancaran penyelenggaraan negara tidak bermetamorfosis menjadi Lembaga Undur-Undur.

Go Back



Comment