REKIBLIK ETEKEWER XIV – TELANJANG
Telanjang sebuah kata yang sudah sangat akrab di berbagai kalangan, mulai dari anak kecil sampai orang yang sudah berumur. Telanjang menggambarkan suatu keadaan tanpa sebuah ketertutupan sehingga dapat terlihat jelas adanya. Kata telanjang ini sangat popular dan sering digunakan untuk penamaan-penamaan tertentu mulai dari yang berkonotasi positif maupun negatif, seperti misalnya situs telanjang, orang telanjang ataupun penamaan-penamaan dalam komunitas tertentu dengan bahasa seperti hati telanjang, telanjang hati dan sebagainya.
Kata telanjang dapat memiliki fungsi bagai pisau bermata dua, tergantung penekanan dan pemaknaannya. Telanjang dapat berkonotasi negatif apabila dimaknai dengan negatif, demikian juga bisa sebaliknya menjadi positif apabila pemaknaan yang ditekankan mengarah pada sifat positif seperti misalnya hati yang telanjang (ketulusan).
Banyak dari kalangan blogger menembak kata telanjang ini digunakan sebagai keyword yang bertujuan untuk meningkatkan traffic kunjungan, terutama mereka yang aktif dalam kategori bisnis online sebagai salah satu bentuk sales marketing letter. Harus diakui bahwa tindakan ini merupakan sebuah langkah cerdas dalam konteks kejelian melihat peluang dan perkembangan yang terjadi dalam dunia maya.
Dalam pengelolaan kehidupan berbangsa dan bernegara, telanjang ini perlu dan harus sifatnya, dalam artian ketelanjangan berpikir dalam melihat dan menyelesaikan sebuah permasalahan. Ketelanjangan berpikir yang dimaksud dalam konteks berpikir secara jernih agar tujuan mulia yang akan dilakukan tidak tereduksi oleh kepentingan-kepentingan sesaat, apakah kepentingan politik, golongan, kelompok, bisnis dan sebagainya. Hal ini memiliki peranan sangat penting sebab berkaitan dengan hajat hidup orang banyak dalam rangka pengelolaan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Berbagai kasus yang muncul dan terjadi seringkali berakar dari pikiran yang tidak telanjang atau bisa dikatakan menggunakan pola pikir yang berkabut, sarat dengan kepentingan. Kasus seperti bayi bersama ibunya yang tertahan di sebuah rumah sakit bersalin merupakan salah satu bentuk adanya sebuah pengelolaan kehidupan masyarakat tidak dengan hati telanjang (kesungguhan). Jelas-jelas pasien tersebut masuk dalam kategori tidak mampu, tidak memiliki biaya untuk menebus biaya persalinan yang mahalnya sedemikian rupa. Bayi dari korban bencana gempa yang terpaksa dibawa pulang oleh orangtuanya karena masalah biaya, dan akhirnya meninggal. Sebuah tindakan yang sangat tidak manusiawi terhadap orang yang sudah kehilangan segala harta bendanya akibat bencana gempa, masih ditarik biaya pengobatan bayinya yang jelas-jelas tidak sedikit. Apakah menurut anda kejadian seperti ini bisa disebut manusiawi??...
Biaya yang mahal tersebut merupakan mata rantai yang menjadi bagian dari sebuah rantai otoritas yang lebih tinggi di dalam pengaturan dan pengelolaan kehidupan kesehatan masyarakat, siapa lagi jika bukan pemerintah melalui lembaganya sebagai perpanjangan tangan untuk menangani masalah kesehatan masyarakat. Belum lagi kasus-kasus lain yang sampai saat ini tidak kunjung usai seperti masalah lumpur lapoindo, gizi buruk, busung lapar, harga sembako yang sangat mahal.
Berbagai sistem dan cara yang terbaik sekalipun diterapkan tidak akan ada gunanya jika para pelaku yang menjalankan sistem tersebut tidak memiliki hati dan pikiran telanjang dalam melaksanakannya, sehingga banyak keputusan yang diambil tidak bersifat empan papan. Jangan salahkan jika di sebagian masyarakat muncul sebuah pertanyaan ”apa gunanya para penyelenggara kepemerintahan ? ... apa gunanya itu pejabat?... apa kerjanya itu pejabat?” dan sebagainya.
Jika kita kembalikan dalam konteks berbangsa dan bernegara, para pejabat di pemerintahan harus dikembalikan lagi paradigma berpikirnya ke basic, bahwa mereka adalah sosok-sosok yang dipercaya rakyat untuk mengemban amanat sesuai dengan UUD1945 yang memerintahkan ”untuk melindungi dan menghidupi segenap hajat hidup orang banyak...” bukan dirinya sendiri, bukan kelompok dan golongannya dan sebagainya. Dibutuhkan pikiran telanjang & hati telanjang untuk melaksanakan dan mengemban cita-cita yang sudah diamanatkan secra jelas tersebut, dengan demikian kepejabatan betul-betul memberikan makna positif bagi keberlangsungan kehidupan rakyat.
Kata telanjang sepintas merupakan sebuah kata yang sepele, betul... jika tidak dimaknai dengan benar, sehingga akan menimbulkan sebuah kekisruhan dalam suatu pengelolaan, seperti cakil yang gemar membuat kisruh keadaan (dalam pewayangan). Pejabat merupakan pemimpin di otoritasnya masing-masing, kepemimpinannya akan mempengaruhi kehidupan orang banyak. Menjadi seorang pemimpin itu pelayan tidaklah mudah. Semua itu dapat terjadi apabila pemimpin tersebut menginsyafi dirinya dalam memimpin dengan hati telanjang (ketulusan & kesungguhan) dan pikiran telanjang (kejernihan berpikir). Sekali lagi bahwa kata telanjang bagai pisau bermata dua, berfungsi sesuai pemaknaannya, tergantung makna apa yang akan dilekatkan.